Pembangunan gedung megah Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Napan, Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Foto: Humas BNPP RI)
17 Agustus 2025, perjalanan Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) genap berusia 80 tahun. Di balik pembangunan gedung megah Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Napan, Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT) terselip harapan salah satu mantan milisi pro integrasi Indonesia agar masyarakat adat terlibat aktif dalam pembangunan perbatasan negara.
Namanya Bonafacio Bobo (55 tahun). Ia masih mengenakan ikat kepala bertanduk yang disebut Pilu, dan kain sarung Bete khas Bikomi Utara, saat tiba di PLBN Napan. Dengan sedikit nada gemetar, Bapak Bone, panggilan akrabnya, mengenang perang Indonesia dengan Timor Leste yang akhirnya membawa pada referendum Bumi Timor Lorosae tersebut.
Pilihan tak mudah memang, bergabung bersama milisi pro integrasi Indonesia sama halnya dianggap penghianat oleh sanak saudaranya. Sanak saudaranya lebih banyak berkeras angkat senjata untuk meninggalkan Indonesia, memilih menentukan nasib sendiri.
Tetapi Bapak Bone memilih meninggalkan tanah kelahirannya di Desa Bobomoto, Oesilo, Timor Leste. Bapak Bone bulat memilih untuk berjuang bersama milisi pro integrasi lainnya karena masih menaruh harapan besar untuk Indonesia.
"Tetapi ini pilihan ideologi, dan saya masih menaruh harapan besar untuk Indonesia waktu itu," kenang Bapak Bone dengan sedikit campuran dialek khas Bikomi Utara, Bahasa Dawan.
Gelombang pergumulan batin yang menyita perasaan dan menguras air mata terus dialami Bapak Bone. Hingga akhirnya, ia menyempatkan pulang kekampungnya sesaat untuk menjemput kerinduan di tengah perang yang berkecamuk. Pada tahun 1998, usianya beranjak 25 tahun.
Tetapi, bukan sajian kudapan atau senyum ramah yang dirinya terima. Ia pulang dengan pelukan duka, manakala mendapati salah seorang keluarganya tewas bersimbah darah di balik pintu.
Kerabat yang kerap meminum kopi saat pagi dan sore hari tersebut tewas tertembak. Ia menangis, memeluk saudaranya yang menjadi rivalnya bertempur sebelum akhirnya pergi kembali.
Peristiwa pilu yang memukul tidak hanya sekali Bapak Bone rasakan, ia berulang kali menemukan saudara sekampung dan sepermainannya waktu kecil tewas satu per satu. "Semua sudah tutup buku, kami simpan rapi dalam-dalam tanpa pernah melupakannya. Jangan perang lagi!," tuturnya.
Bapak Bone yang menjadi salah satu ketua adat di Napan, melanjutkan hidupnya dengan bertani dan beternak di Desa Napan, Bikomi Utara, pasca-Kemerdekaan Timor Leste. Ia bersama 629 orang lainnya kini tergabung dalam Ketua Forum Komunikasi Pejuang Timor Timor.
Pada Minggu (17/8/2025), ia melipat selendang kain tenun menjadi penutup kepala tradisional Pilu, dan menaruhnya di kepala Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan, BNPP RI, Irjen Pol Edfrie R Maith.
Deputi Maith tiba di PLBN Napan untuk menjadi inspektur upacara dalam Detik-detik Proklamasi dalam Rangka HUT Ke-80 RI di Lapangan Kecamatan Bikomi Utara.
"Saya berharap BNPP dan PLBN Napan bisa menjembatani keinginan-keinginan masyarakat adat untuk melihat kemerdekaan sesungguhnya. Kami mohon untuk terlibat aktif dalam kegiatan pembangunan perbatasan negara," cetus Bapak Bone. "Kami atas nama Desa Napan dengan hati yang tulus menerima beliau yang datang atas nama negara."
Bapak Bone mengapresiasi hubungan baik yang selama ini terjalin antara BNPP yang mengelola PLBN Napan dengan masyarakat adat yang bermukim di sekitar kawasan perbatasan.
Menurut Bapak Bone, kehadiran BNPP dan PLBN Napan membuat kondisi sekarang relatif aman dari konflik. Adanya satu badan pengatur di perbatasan, bisa meredakan ketegangan konflik seperti yang saat ini terjadi di Naktuka, Amfoang Timur, Kabupaten Kupang. Masyarakat bersitegang memperebutkan wilayah yang dianggap milik Timor Leste untuk berkebun dan bertani.
"Hadirnya PLBN Lebih bagus karena bisa menertibkan antarnegara. Masyarakat bisa bekerja, bertani, beternak, hidup harmoni dan selaras tanpa ada ketakutan-ketakutan lainnya," kata Bapak Bone menjelaskan. "Masyarakat adat di sini sudah banyak meneteskan air mata dengan perang saudara. Hingga kini kami tak ingin lagi bertengkar dengan mayarakat Timor Leste karena masih memiliki hubungan kekeluargaan."
Kepada PLBN Napan, Bapak Bone juga meminta kelonggaran peraturan perlintasan jika terdapat acara adat, kematian, perkawinan atau upacara keagamaan lainnya. "Artinya berkonsultasi dengan PLBN Napan. Berkoordinasi artinya memberikan kelonggaran dan kemudahan supaya bisa urus kematian, adat, kawin, dan perobatan. Baik warga Timor Leste ke Indonesia, atau sebaliknya," harapnya.
Pada HUT ke-80 RI, Bapak Bone juga melontarkan harapan kepada Presiden RI Prabowo Subianto untuk meneruskan pembangunan di kawasan perbatasan. Ia mewakili masyarakat Napan meminta agar Presiden Prabowo lebih memantau masyarakat untuk mendapatkan perlindungan ekonomi dan kesejahteraan di sepanjang NKRI.
Terlebih, dinamika perang internasional antaregara tetangga sudah terjadi di beberapa wilayah. Penguatan kesejahteraan akan berdampak pada loyalitas dan kemauan tiap individu dalam mempertahankan Indonesia.
"Untuk Presiden Prabowo, mungkin upaya kesejahteraan masyarakat masih terus diterapkan. Apalagi sekarang ini politik luar negeri, Bapak harus betul-betul memikirkan rakyat Indonesia supaya rakyat Indonesia harus sejahtera," tutur Bapak Bone kembali. "Kami masih darah "merah-putih", walaupun apa yang terjadi kami tetap pertahankan Indonesia, sebatas NKRI di situlah kami berada."
Harapan terakhir Bapak Bone pada HUT Ke-80 RI ini supaya Indonesia tetap bersatu, benar-benar bebas menjalankan aktivitas berkebun, bertani, dan terus merdeka menjalankan adat dan memeluk kepercayaan. "Supaya kita tetap bersatu, menjaga negara kita dari perpecahan tidak ada lagi larangan beribadah, tetap dan aman yang paling penting utamakan persatuan dan kesatuan."
Bapak Bone adalah salah satu perwakilan masyarakat adat yang menaruh besar pada Pemerintah Indonesia di HUT ke-80 RI. Seperti pada sambutan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) selaku Kepala BNPP Muhammad Tito Karnavian, Presiden Prabowo mengingatkan bahwa peringatan 80 tahun kemerdekaan bukan hanya ajang seremonial, melainkan momentum refleksi dan pemersatu bangsa.
Mendagri menyatakan bahwa tahun ini adalah delapan dekade bangsa ini berdiri merdeka, suatu perjalanan panjang yang dibangun dengan semanagat perjuangan, dengan pegorbanan jiwa dan raga seluruh bangsa. Maka sangatlah tepat jika tahun ini tema HUT Kemerdekaan yaitu, "Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju."
Mendagri menyampaikan untuk memaknai tema tersebut, maka warga Indonesia diingatkan bahwa kawasan perbatasan merupakan bagian dari sisi dalam wilayah negara yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, yang rakyatnya mempunyai hak untuk sejahtera dan lebih maju. Perbatasan juga cerminan kedaulatan negara dan setiap jengkal tanah yang menjadi milik Indonesia wajib dipertahankan.
(Binsar Marulitua/BNPP RI)